Skip to main content

Perlawanan Soe Hok Gie Saat Orde lama (Resensi Film)







Judul Film    :  Gie
Sustradara     :  Mira Lesma
Penulis            :  Riri Riza
Durasi             :  147 Menit
Tahun             :  2006



 Perlawanan Soe Saat Orde Lama



“Tidak bisa, dia adalah si penerjemah bukan pengarang,” protes siswa berseragam putih biru tersebut kepada gurunya. Pernyataan tersebut dilontarkan saat gurunya mengatakan bahwa penulis sama dengan penerjemah.
Sang Guru yang tidak terima dengan pernyataan muridnya, lantas segera memberikan hukuman. Demikian gambaran sikap kritis yang ditunjukkan oleh Seo Hok Gie. Demi mempertahankan sikap idealismenya, bahkan ia rela pindah ke sekolah lain.
Pria kelahiran 17 Desember 1942 ini, melanjutkan pendidikan ke Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI). Semenjak menjadi mahasiswa, ia aktif mengikuti berbagai organisasi seperti Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) UI. Rasa idealismenya kian berkembang pesat saat ia berada di bangku perkuliahan.
Situasi politik di Indonesia yang dianggapnya tidak stabil, turut pula mengunggah rasa nasionalis bagi Gie–sapaan akrabnya. Ragam cara dilakukan Gie untuk dapat menyumbangkan gagasannya kepada negeri. Di antaranya adalah dengan menulis dan diskusi baik di dalam maupun luar kampus.
Keaktifannya di berbagai forum diskusi, membuatnya diajak untuk mengikuti salah satu diskusi yang digelar oleh Partai Sosialis Indonesia (PSI). Salah satu partai yang dilarang beraktivitas di Indonesia. Semenjak itu, nama Gie mulai dikenal oleh berbagai kalangan politisi dan para aktivis.
Dari PSI pula, Gie bertemu dengan Sumitro, seorang pemimpin Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) –salah satu gerakan aliansi PSI. Niatnya bertemu dengan Gie bukan tanpa maksud, Sumitro berniat mengajak Gie untuk ikut bergabung dengan Gemsos. Sumitro merasa Gie mempunyai kesamaan dengannya, dalam segi pandangan terhadap pemerintahan pada orde lama.
Ajakan tersebut dipertimbangkan terlebih dahulu oleh Gie. Ia mengira, Gemsos adalah bagian dari gerakan politik konspirasi. Namun, Sumitro meyakinkan, Gemsos murni pergerakan mahasiswa tanpa tungangan dari partai mana pun. Akhirnya, Gie menerima pinangan dari Sumitro untuk bergabung dengan Gemsos.
Bersama Gemsos, Gie dan teman-temannya berhasil mencapai tujuan mereka. Yaitu, menggulingkan pemerintahan Soekarno. Namun, hal tersebut dianggap blunder bagi Gie. Niatnya untuk membuat Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan malah berubah menjadi sebaliknya. Naiknya Soeharto malah menjadikan negara Indonesia sebagai negara militer.
Film yang diadopsi dari buku Catatan Harian Seorang Demonstran ini menceritakan tentang sosok Gie yang menentang pemerintahan Soekarno yang dianggap tidak adil. Gie dengan idealismenya mewakili semua pemikiran dari ketidakpuasan warga Indonesia terhadap pemerintahan rezim Soekarno.


Comments

Popular posts from this blog

Last Wekkend (Bag.1)

Aku, Hanyo, dan Pohon Sakura Add caption Sudah lewat tengah malam, dan aku masih terjaga. Jenis manusia macam apalah aku ini. Bahkan sudah beberapa butir obat tidur yang ku telan, tapi belum ada tanda-tanda bahwa aku akan segera tidur. Insomnia yang rasanya semakin parah saja. Sejak kapan ya? Sebelum ini rasanya baik-baik saja. Bahkan sebelum Isa datang, mataku rasanya terlalu berat untuk dibuka. Apa yang aku pikirkan? “Kita jelas-jelas tidak cocok,” kalimat yang masih tergurat rapi di ingatan. Aku tersenyum gila, sembari menatap kaca. Tidak cocok katanya? “Lah, kenapa? kita sama-sama suka Harry Potter, melihat senja di pantai, melakukan sesuatu yang asik di luar, menulis puisi, dan ada beberapa buku yang...” “Apa kamu tidak mengerti juga? kita tidak akan pernah cocok untuk lebih, menjadi sahabat adalah pilihan terbaik,” lanjutnya lagi, meninggalkan beberapa guratan wajah tanpa ekspresi lal meninggalkanku begitu saja bersama bias-bias magenta yang hampir menghilang

Tips Khatam Al-Quran Saat Ramadhan Bagi Perempuan

Foto: Google Bulan suci Ramadhan menjadi momen terbaik bagi kaum muslimin di seluruh penjuru dunia untuk meningkatkan intensitas dan kualitas ibadah. Setiap orang berlomba-lomba berbuat kebaikan demi mengejar ridho dan pahala yang dilipatgandakan oleh Allah SWT. Pelbagai jenis ibadah dilakukan, salah satunya membaca Al-Quran. Membaca Al-Quran   menjadi salah satu ibadah favorit yang kerap dilakukan saat bulan Ramadhan. Selain sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Allah, saat membaca satu huruf dalam Al-Quran maka akan dinilai dengan satu kebaikan pula dan dikalikan sepuluh. Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu bersabda: “Barang siapa yang membaca satu huruf di dalam kitab Allah (Al-Quran) maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dilipatgandakan dengan sepuluh (pahala). Aku tidak mengataman Alif Laam Mim adalah satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Mim satu huruf. (HR. Tirmidzi) Karena itulah, banyak yang berkeinginan untuk meng

Sampah

Foto : Aisyah Nursyamsi Sampah Apa yang pertama kali terbayang olehmu jika kata ‘sampah’ keluar begitu saja dari mulut orang-orang? Ejekan? Celaan? Atau memang kata itu keluar karena ingin menunjukkan keberadaan sampah itu sendiri? Aku sendiri tidak punya masalah pribadi dengan ‘si sampah’ ini. Kita belum pernah terlibat dalam permasalahan dan aku belum pernah punya dendam padanya. Cuma ketika pergantian tugas di bulan April ini, semua pandangan itu berubah. Sampah kini telah tanda kontrak untuk berurusan denganku. Aih, tidak. Sebenarnya bukan se’diplomatis itu. Peralihan tugas dari penjaga media sosial kantor menuju lapangan telah mempertemukanku dengan ‘buangan’ manusia ini. “Aisyah, bulan ini kita akan bikin video tentang sampah di Indonesia. Tidak perlu dibuat bercerita. Akan dibantu produser untuk bikinkan storylinenya. Sekarang kamu riset, dimana sampah paling parah berada dan ambil beberapa visual soal sampah.” Sekadar informasi usang yang mungkin s