Skip to main content

Lampu-Lampu Jalan






Lampu-lampu jalan menyapa, mungkin hanya kasihan.
“Kenapa kau sendirian? Terlalu malam untuk berjalan di jam ini gadis ringkih seperti kau.”
Aku tidak.
Aku hanya ingin bermain.
“Kenapa kau sendirian?” tanya lampu-lampu jalan menyeletuk. Setiap langkahku, mereka terlihat begitu perhatian. Apa yang mereka pikirkan?
Ketika melihat aku yang bosan lalu mengantuk.
Mereka siapa?
“Aku Si Lampu Jalan, tak bisakah kau berpikir? Aku pengganti purnama dengan sepersekian kerusakan yang kau punya. Seberapa putus asanya kah kau?”
Aku tak menjawab, namun malah memikirkan hal lain seperti, kenapa ketika berkumpul dengan beberapa orang yang kau kenal sangat memuakkan?
Mereka yang berpikir tidak menyapa.
Kenapa harus meneruskan sesuatu yang tidak dapat diluruskan?
Aku tidak peduli lagi, perasaan yang selalu merasa sendiri rasanya begitu tidak enak.
Dapatkah Tuhan membawaku pergi?
“Kau orang yang tidak bisa bersyukur,”Umpat Lampu Jalan.
“Kenapa? Aku hanya ingin dekat dengan Tuhan..”
“Bisakah Kau memikirkan cara lain untuk dekat dengan Tuhan?”
“Tidak sepertinya, sebuah kesalahan jika aku tetap di sini, terus bertahan di tempat yang salah rasanya. Tidak begitu nyaman.”
Lampu-lampu jalan yang meredup, mengisyaratkan betapa melankolisnya Ia, ketika harus bersitatap dengan aku yang tak jauh beda.
“Itu hanya perasaanmu, hanya gambaran negatif yang beputar-putar dipemikiran. Maka baguslah”.
“Apakah hanya aku, satu-satunya yang merasa sendiri, di sini?” gumamku pada Lampu-lampu jalan yang terus menatap kasihan padaku, dengan penuh keprihatinan.
“Lalu, apa yang kau mau?” Bukankah semuanya telah kau miliki?
Kehidupanku?
Teman-teman yang tak dapat ku sentuh..
Beberapa sahabat yang hanya mendekat jika kau bersikap menyenangkan Ia.
Saudara-saudara yang luput dari genggaman
Orangtua yang begitu jauh untuk jadi pegangan.
Aku benar-benar sendirian.
Hati yang benar-benar tak terisi apa-apa.
Sejatinya, hati manusia harus diisi dengan sesuatu. Entah itu perasaan Cinta atau pun dengan kebencian. Tapi aku tidak, aku tidak terisi dengan apa-apa. Aku berbicara yang sebenarnya. Tapi mengakui seperti itulah, gambaran dari hati.
“Lalu apa maumu?”
“Aku hanya ingin dekat dengan Tuhan saja, aku ingin kembali ke asal penciptaan. Ketika aku tidak mengenal apa-apa. Dengan mengenal aku semakin tidak mengerti saja.”
Lampu-lampu jalan yang semakin meredup, seiring dengan gelap yang terus mendorongku masuk ke dalamnya.
Meredup. . .
Hingga hilangnya aku di kegelapan, sambil memelukku dengan hangat.

Comments

Popular posts from this blog

Tips Khatam Al-Quran Saat Ramadhan Bagi Perempuan

Foto: Google Bulan suci Ramadhan menjadi momen terbaik bagi kaum muslimin di seluruh penjuru dunia untuk meningkatkan intensitas dan kualitas ibadah. Setiap orang berlomba-lomba berbuat kebaikan demi mengejar ridho dan pahala yang dilipatgandakan oleh Allah SWT. Pelbagai jenis ibadah dilakukan, salah satunya membaca Al-Quran. Membaca Al-Quran   menjadi salah satu ibadah favorit yang kerap dilakukan saat bulan Ramadhan. Selain sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Allah, saat membaca satu huruf dalam Al-Quran maka akan dinilai dengan satu kebaikan pula dan dikalikan sepuluh. Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu bersabda: “Barang siapa yang membaca satu huruf di dalam kitab Allah (Al-Quran) maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dilipatgandakan dengan sepuluh (pahala). Aku tidak mengataman Alif Laam Mim adalah satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Mim satu huruf. (HR. Tirmidzi) Karena itulah, banyak yang berkeinginan untuk ...

Last Wekkend (Bag.1)

Aku, Hanyo, dan Pohon Sakura Add caption Sudah lewat tengah malam, dan aku masih terjaga. Jenis manusia macam apalah aku ini. Bahkan sudah beberapa butir obat tidur yang ku telan, tapi belum ada tanda-tanda bahwa aku akan segera tidur. Insomnia yang rasanya semakin parah saja. Sejak kapan ya? Sebelum ini rasanya baik-baik saja. Bahkan sebelum Isa datang, mataku rasanya terlalu berat untuk dibuka. Apa yang aku pikirkan? “Kita jelas-jelas tidak cocok,” kalimat yang masih tergurat rapi di ingatan. Aku tersenyum gila, sembari menatap kaca. Tidak cocok katanya? “Lah, kenapa? kita sama-sama suka Harry Potter, melihat senja di pantai, melakukan sesuatu yang asik di luar, menulis puisi, dan ada beberapa buku yang...” “Apa kamu tidak mengerti juga? kita tidak akan pernah cocok untuk lebih, menjadi sahabat adalah pilihan terbaik,” lanjutnya lagi, meninggalkan beberapa guratan wajah tanpa ekspresi lal meninggalkanku begitu saja bersama bias-bias magenta yang hampir menghilang...

Perundungan (Bullying)

Foto: Gaya Tempo (Tempo.co) Perundungan berasal dari kata rundung yang berarti menganggu, mengusik, atau yang lebih dikenal dengan istilah bullying.     Kasus Pertama Belasan tahun silam seorang siswi bertubuh bongsor harus jatuh terpelanting di depan kelas karena kakinya dijegal olah salah seorang siswa. Tidak ada yang membantu, sebagian siswa lainnya yang berada di dalam kelas justru tertawa cekikikan. Sisanya hanya menatap dengan wajah bingung, tidak tahu ingin melakukan apa. Jika membantu, kemungkinan besar kemalangan akan berpindah pada mereka karena siswa yang menjegal kaki siswi, sebut saja Vipin,   paling ditakuti di kelas. Pil pahit Vipin masih terus berlanjut. Siswa itu, sebut saja Narto masih gemar mencari ‘hiburan’ dengan membututi Vipin. “Vipin cendang, Vipin Cendang! Dasar bo*oh, Id*ot! ” berkali-kali Narto yang sudah dua kali tinggal kelas itu meneriakkan kalimat yang sama berkali-kali. ...