DIALOG DRAMA
Epilog
Untuk mama tersayang
Tak ku miliki sesuatu yang beharga
Untuk mama tercinta
Reff:
Hanya ini ku nyanyikan
Senandung dari hatiku untuk mama
Hanya sebuah lagu sederhana
Lagu cintaku untu mama
Back to reff:
Walau tak dapat selalu ku ungkapkan
Kata cintaku tuk mama
Namun dengarlah hatiku berkata
Sungguh ku sayang padamu mama
Back to reff:
Lagu cintaku untuk mama
Sinopsis:
Tokoh:
Ibu nada
(adik zafa)/ buta
Akasia kayla(adik
zafa)/lumpuh
Zafa Panitia 1
Difa (sahabat akasia) raka
(wakil ketua)
Dika (sahabat akasia) Tetangga
2
Suatu siang disebuah rumah yang begitu sederhana, seorang
ibu sedang sibuk meniup tungku api, dilihat dari keadaannya, orangtua itu sedang
ingin memasak sesuatu. Raut wajahnya terlihat begitu cemas. Sekali-kali
memandangi jam, namun tetap berusaha menghidupkan api yang telah pudur. Tiba
tiba terdengar seseorang yang memasuki rumah.terdengar begitu rusuh, terlihat
sepatu dilemparkan begitu saja, tas yang ditaruh sekenanya diatas kursi.
Akasia : “aku pulang
,”
Ibu :
(menyambut sang anak dengan senang)
Akasia : (tidak begitu terlalu memperdulikan
sang ibu langsung menuju tudung saji)
“dimana makananku bu?”
Ibu : “ibu,, hmmm ibu sedang mau memasaknya
nak, mungkin kamu harus menunggu beberapa saat lagi.
Akasia : “aku gak bisa nunggu lama, seharusnya aku
berada disekolah sekarang. Ah kenapa ibu selalu tidak mengerti dengan apa yang
kubutuhkan ? memang seharusnya semua hal aku yang mengerjakan”
(menggerutu/terlihat begitu kesal).
Ibu :” maafkan, tadi bu mira menambah
cuciannya kesini, jadi ibu harus mengurus pekerjaan itu dulu karena tidak bisa ditunda lagi. Kata
bu mira ada kebaya yang akan dipakai untuk acara pernikahan saudaranya di Bogor.”
(terlihat sangat menyesal).
Akasia : “ ya sudahlah,(tidak memperhatikan sang
ibu, kembali berbalik ke depan pintu)
Ibu :” kamu ingin kemana ?(berusaha untuk
menahan akasia) sebentar, ibu akan membuatkan mie rebus untuk mu, hanya
sebentar. Tidak akan lama, sungguh ! (terlihat begitu sibuk sendiri)
Akasia :
“tidak usah, aku sudah kehilangan selera makan ku” (tetap pergi, langsung
menyambar tas) “oh iya bu, mungkin aku
akan pulang terlambat hari ini. Ada urusan rapat sekolah” (ekspresi datar)
Ibu :” tidakkah kau bisa pulang cepat hari
ini nak? Ibu ingin mengajakmu . . .
Akasia : “bu..! aku tidak punya waktu untuk hal yang
begituan, ibu tentu sudah tau bagaimana sibuknya menjadi seorang ketua OSIS di
Sekolahku bukan? Ah tidak. .lupakan saja, ibu tidak akan mengerti akan hal itu
(memotong percakapan, dan tanpa pamit langsung meninggalkan rumah).
Ibu : “mungkin besok kita bisa ke makam
ayah, mungkin besok ada waktu..’
Akasia : “ibuu. . . aku udah bilang besok acara
sekolahan, dan aku ketua pantia” (sedikit geram).
Ibu : “minggu depan?”
Akasia :” ada beberapa urusan sekolah bu, mungkin
nanti” (pergi)
Ibu : (diam/memperhatikan
anaknya beberapa saat/ lalu memungut tudung saji dengan susah payah).
***
Dikantin, akasia duduk dengan wajah kesal. Ada sonata dan
dika yang terheran-heran menatap akasia yang tiba-tiba saja begitu marah dan
kesal.
Sonata :” Kamu
kenapa sih.? Tiba-tiba mukanya dilipat-lipat gitu. Ada masalah apaan dirumah?”
Akasia :” Lagi laper
!” (tidak peduli, terus serius melanjutkan makanannya)
Dika :” parah lu,
lagi laper gak perlu segitunya kali. Udah kayak mau ngadepin ujian nasional aja
tampang lu. Kusut, kayak baju gak pernah kena setrikaan”.
Akasia : (masih tidak
peduli, melanjutkan makan)
Sonata& Dika : (saling padang)
Dika : “ lu mau kasih
apa sama nyokap?”
Sonata : “itu
masalahnya, aku masih bingung mau ngasih apa, maunya yang suprise dan gk bisa
ditebak sama bunda. Tahun kemarin bunda entah dapet info dari mana, langsung
udah tau kalau aku mau beliin baju daster buat bunda. Aku curiga ada mata-mata disini (melirik tajam ke
arah Dika)
Dika : (garuk-garuk kepala, pura-pura tidak tau
apa-apa. Melihat entah kemana) “lagian elu kasih daster.”
Sonata :” lah? Trus kalau aku kasih daster emang ada
hubungannya gitu?”
Dika : “ ya ada lah, (gelagapan) “kalau elu
mau ngasih apa sama nyokap lu kas?”
Akasia : (mengangkat wajah dengan malas, tanpa
ekspresi) “memangnya penting hal yang begituan? Hari ibu kan Cuma simbol. Bukan
sesuatu yang mutlak harus bagi-bagi kado begitu. Benar-benar buang waktu”
Dika : “kayaknya gua salah ngomong nih ,
bakal ada yang pidato panjang deh“ (bergumam/ekspresi bersalah, sambil nutup
mulut).
Sonata : (membesarkan matanya ke arah dika)
Dika : “tapi kas, gua kayaknya gak pernah
ngeliat elu ngasih apa gitu sama tante fatimah. Elu kayaknya terlalu sibuk sama
dunia yang lu buat sendiri, apa gak kasian sama tante fatimahnya?” (belum
menyerah/ sonata semakin membesarkan matanya dan diam-diam mengelengkan
kepala/memberi isyarat agar dika diam)
Akasia :” jangan sok menasehati aku deh dik, kamu
itu gak tau apa-apa tentang ibu aku. Ibu aku biasa aja kok. Gak selebay ibu-ibu
kalian yang selalu ngarepin kado atau
pujian di HARI IBU . hari ibu itu Cuma hari biasa. Penanggalan biasa. Lagian aku
sibuk atau pun gak itu bukan urusan kalia. Ibu aku pasti mengerti kenapa aku
begini.” (membanting sendok dan garpu/langsung pergi)
Sonata : (diam/menatap dika)
Dika : (menganggkat
bahu) “Mungkin belum waktunya kali “ (ikut prihatin).
***
Didalam sebuah ruangan, terjadi
sebuah keributan kecil yang berasal dari perdebatan beberapa orang panitia
yangsedang mendsikusikan tentang perayaan hari ibu. Rapat dipimpin oleh Akasia
sebagai ketua rapat.
Zafa : “Saya kurang sependapat dengan pengaturan jadwal
tersebut , kenapa harus memakan banyak waktu untuk mempersiapkan acara ini,?
Kita bisa saja menukar harinya. Tidak usah harus ditanggal 21, bukan? Mungkin saja sebagian besar orang juga punya
rencan lain untuk menyambut hari ibu bersama keluarga!” (berdiri/ bicara tegas
dan menatap tajam kepada akasia)
Akasia : “aku tidak peduli, pokoknya semua rencana harus
dilaksanakan sesuai rencana. Yang tidak setuju keluar dari kepanitiaan”
(ekspresi datar)
Raka : “Akasia, intruksi (mengangkat tangan)
Akasia : ya?
Raka : “ Apa tidak ini tidak berlebihan?”(ragu-ragu)
Akasia : “aku ketua nya, jadi aku tau apa yang aku lakukan!”
Raka :” lalu
bagaimana dengan teman-teman yang lain? Mereka mungkin punya rencana dengan ibu
mereka . aku yakin kita yang berada disini pasti sudah mempunyai rencana untuk menyambut hari ibu bersama keluarga” (berkata
ragu-ragu)
Akasia : “Aku tidak peduli dengan ibu kalian dan apa yang
akan kalian lakukan, mana sikap profesional kalian sebagai panitia?aku heran
kepada semua orang. Kenapa harus begitu tergantung dengan ibu, padahal kalian
sudah dewasa. Tidak butuh bantuan dari seorang ibu lagi” (meninggikan suara).
Zafa : (menggebrak meja) “apa maksud kamu bicara seperti
itu,”
Akasia: “aku bicara
soal kenyataan, “(tidak peduli)
Zafa : (terlihat sangat marah dan mendekat ke arah akasia )
“asal kau tau! (menunjuk ke wajah akasia ) peran seorang ibu akan selalu
ada,sampai kapanpun. Dan kau akan selalu bergantung pada ibu. Karena seorang
ibu jasanya sepanjang zaman. “
Akasia : “Apa peduli mu?” (sedikit risih)
Zafa : “ jangan pernah lupa satu hal, tanpa seorang ibu. Kau
tidak akan pernah bisa berada disini. CAMKAN ITU! “ (Langsung pergi dengan
wajah kesal)
Akasia : (ekspresi wajah gelisah)/ (semua orang s\hanya
diam, berpura-pura sibuk dengan kerjaan masing-masing)
***
Terlihat dari temaram senja
akasia berjalan dengan sangat tergesa-gesa keluar dari gerbang sekolah. Suasana
saat itu sudah sepi. hampiri semua warga sekolah sudah pergi meninggalkan sekolah. Tiba-tiba
ketika dalam perjalanan pulang akasia bertemu dengan zafa yang baru keluar dari sebuah pasar ikan.
Masih mengenakan baju sekolah tpi terlihat urakkan. Tangannya memegang pisau
besar dan tangan kirinya membawa
bungkusan . akasia sempat terkejut begitu pula dengan zafa.
Zafa :”hai.!”
Akasia : (diam dan
terus jalan)
Zafa : (terus
mengikuti akasia) sepertinya kamu punya
masalah dalam keluarga ya? Kulihat kamu selalu saja bersikap tidak peduli
kepada keluargamu, bahkan ku dengar dari beberapa teman, kau pasti selalu marah
jika mereka membicarakan tentang ibu mu, kenapa?”
Akasia : “ apa peduli
mu? Aku gak punya keluarga. Jadi mana bisa aku mengerti dengan hal yang begitu”
(setengah membentak/ terlihat risih ).
Zafa :” Tapi
setidaknya kamu masih punya ibu kan?”
Akasia : (diam,
tiba-tiba saja duduk) “aku tidak punya ibu.!
Zafa : “Dasar
tukang bohong. (zafa tersenyum ringan )
Akasia : (diam,
bersikap tidak peduli)
Zafa : “
bukankah ibu fatimah itu orangtua mu?”
Akasia : (terlihat
heran) “gimana kamu bisa tahu?”
Zafa :” gimana aku bisa gak tahu? Bu fatimah
kan kerja disini juga” (menunjuk ke toko ikan) “sama kayak aku, beliau juga
penjual ikan, bukan?”
Akasia : (diam)
Zafa :” kamu
ngasih apa sama ibu kamu?”
Akasia : (diam)
Zafa : ”
seharusnya kamu mensyukuri sesuatu yang masih ada (melihat kedepan)
Akasia : “maksud kamu
apa?”
Zafa :” ibu kamu
banyak cerita”... (terlihat seperti menggantungkan sesuatu.
Akasia : “ cerita
apa,? (bergumam) “dasar ibu, “(sedikit kesal)
Zafa : “kalau
kamu anak yang pintar, . . .
Akasia : (bengong)
hah?
Zafa : “ya, anak yang pintar (berhenti sebentar/tersenyum)
tapi terlalu sibuk hingga tidak punya waktu.
Akasia :” tahu apa kamu? Lagi pula kalau aku sibuk
itu juga untuk dia. Aku pintar dan berhasil toh yang bangga pun juga dia. Apa
lagi yang salah? (sengit/kesal)
zafa :” apa ibu kamu pernah bilang begitu?
Apa dia pernah minta kamu supaya jadi anak yang pintar atau jadi anak yang
berhasil? “.
Akasia :” hmm... itu... tentu saja semua orang tua
ingin anaknya begitu”
Zafa : “orangtua itu, . . tidak pernah meminta
apa pun sama anaknyaa. Ngelihat kamu tumbuh sehat kayak gini aja beliau mungkin
akan senang. Kita semua tahu jika kita memang sudah besar, sudah bisa melakukan
semuanya sendiri. Tapi bukan berarti ibu kamu merasa senang dengan hal itu”
Akasia :” diamlah. Kamu tidak tahu apa-apa dengan
keluargaku !”
Zafa :” kita tahu jika semua orang seiring
waktu pasti punya memiliki kesibukkan
masing-masing, tapi ada juga saatnya orantua juga butuh waktu bersama
anak-anaknya. Yaa.mungkin agar bisa merasa jika dia itu dibutuhkan”.
Akasia :”
lebay banget, mungkin ibu kamu itu orangnya terlalu sensitifan ya? “
Zafa : (tertawa ) “mungkin”.
Akasia : “mungkin?”
Zafa : “ikut aku, akan kuperlihatkan”.
Akasia :
(ragu/tapi akhirnya ikut juga)
***
Disebuah
gubuk dibawah pinggiran jembatan kota. Disitu lah zafa membawa akasia.
Zafa : “ini nada, yang itu kayla “. (tunjuk
zafa)
Nada : “ kak zafa bawa teman yaaa? “ (senang/
tapi matanya kosong)
Akasia :
(terlihat heran)
Zafa : “ nada itu gk bisa ngeliat,udah seperti
itu sejak lahir” (pergi ke dalam meletakkan pisau )
Nada : (tersenyum)
Akasia : (terlihat memikirkan sesuatu/ miris)
Zafa :
itu kayla (menunjuk kayla)
Kayla :” hay..” (tersenyum/ seperti sedang
merajut)
Zafa : “maaf adikku tidak bisa membuatkan air
untuk kita, dia lumpuh.
Kayla :
(bingung/melihat ke sekitar) “lalu dimana ibumu?”
Zafa :
“kemarilah . . .!” (mengajak akasia ke belakang rumah)
Kayla : “apa-apaan ini? Yang kutanyakan itu ibu
kamu, bukan sebuah gundukan tanah gak jelas itu”
(wajah kecewa/kesal)
Zafa : “disana lah ibuku, gundukan tanah yang
kamu bilang gak jelas itu. “
Akasia : “bohong, jadi siapa yang?” (gelagapan)
Zafa : “aku yang melakukan semuanya sendiri,
aku kakak sekaligus ibu dan ayah dari kedua adikku itu.”
Akasia :” kamu. . (gelagapan)
Zafa : “kamu gk akan tau kapan semuanya akan
pergi, tapi ketika waktunya udah datang, kamu gak akan punya kesempatan lagi.
Seperti aku saat ini. Apa yang bisa aku lakukan sekarang ? apa yang aku bisa
aku berikan sekarang? Tidak ada. Walau pun nantinya aku sukses dan jadi orang
kaya, apa itu ada gunanya? Satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk ibuku
adalah berdoa dan menjaga adik-adikku”.
Akasia : (menangkupkan kedua tangannya ke
wajah/menangis)
Zafa : “sekarang pulanglah, ,jangan menunggu
sepertiku dulu”.
***
Disebuah rumah yang sederhana
terlihat sang ibu sedang menyiapkan makanan, beliau terlihat begitu bahagia
karena sudah menyelesaikan masakannya. Terbayang jika anaknya akan melahap
makanan masakan kesukaan yang memang dia buat khusus untuk anaknya. Tapi karena
sang ibu memiliki kelainan pada kaki, beliau terlihat begitu susah untuk
berjalan sambil membawa mangkok berisi masakan tersebut. Tiba-tiba kakinya
tersandung sesuatu dan beliau kehilangan keseimbangan hingga terjatuh bersama
mangkok yang beliau bawah.
Ibu :” astagfirullah.. bagaimana ini,
bagaimana ini (menyesal/menangis/terburu-buru membereskan makanan yang
berserakkan.)
Akasia : “bu? (terdengar begitu dingin/terlihat
tidak begitu peduli dengan apa yang
terjadi)
Ibu : “maafin ibu akasia,tadi ibu udah
masak untuk makan kamu. Tapi..tapi ibu ceroboh dan menumpahkan semuanya. Maaf
(sangat menyesal).
Akasia : (terdiam/masih berdiri didepan pintu)
Ibu : “ maaafin ibu (terlihat sangat
menyesal, berusaha berdiri susah payah mendekati akasia lalu meraih tangan nya
untuk meminta maaf)
Akasia : “aku bawa martabak telur kesukaan ibu,”
(menunjukkan bungkusan ke wajah ibu)
Ibu :
(diam/menangis/tidak tau berbuat apa)
Akasia : “maafin akasia bu, aku terlalu sibuk sampai
gak punya waktu buat ibu. Maaf (langsung
memeluk ibu/ sambil menangis)
***
Comments
Post a Comment