Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2015

Perlawanan Soe Hok Gie Saat Orde lama (Resensi Film)

Judul Film     :   Gie Sustradara      :   Mira Lesma Penulis             :   Riri Riza Durasi              :   147 Menit Tahun              :   2006  Perlawanan Soe Saat Orde Lama “Tidak bisa, dia adalah si penerjemah bukan pengarang,” protes siswa berseragam putih biru tersebut kepada gurunya. Pernyataan tersebut dilontarkan saat gurunya mengatakan bahwa penulis sama dengan penerjemah. Sang Guru yang tidak terima dengan pernyataan muridnya, lantas segera memberikan hukuman. Demikian gambaran sikap kritis yang ditunjukkan oleh Seo Hok Gie. Demi mempertahankan sikap idealismenya, bahkan ia rela pindah ke sekolah lain. Pria kelahiran 17 Desember 1942 ini, melanjutkan pendidikan ke Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) , Universitas Indonesia (UI). Semenjak menjadi mahasiswa, ia aktif mengikuti berbagai organisasi seperti Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) UI. Rasa idealismenya kian berkembang pesat saat ia berada di b

Lampu-Lampu Jalan

Lampu-lampu jalan menyapa, mungkin hanya kasihan. “Kenapa kau sendirian? Terlalu malam untuk berjalan di jam ini gadis ringkih seperti kau.” Aku tidak. Aku hanya ingin bermain. “Kenapa kau sendirian?” tanya lampu-lampu jalan menyeletuk. Setiap langkahku, mereka terlihat begitu perhatian. Apa yang mereka pikirkan? Ketika melihat aku yang bosan lalu mengantuk. Mereka siapa? “Aku Si Lampu Jalan, tak bisakah kau berpikir? Aku pengganti purnama dengan sepersekian kerusakan yang kau punya. Seberapa putus asanya kah kau?” Aku tak menjawab, namun malah memikirkan hal lain seperti, kenapa ketika berkumpul dengan beberapa orang yang kau kenal sangat memuakkan? Mereka yang berpikir tidak menyapa. Kenapa harus meneruskan sesuatu yang tidak dapat diluruskan? Aku tidak peduli lagi, perasaan yang selalu merasa sendiri rasanya begitu tidak enak. Dapatkah Tuhan membawaku pergi? “Kau orang yang tidak bisa bersyukur,”Umpat Lampu Jalan. “Kenapa? Aku hanya ingin dekat

Puisi

  Lelap Lelaplah tidurmu Dalam suatu kebahagiaan Tentang magenta senja yang terukir indah Biar padukan dalam singkatnya cerita Aku berusaha merangkulmu dalam pencitraanku Menyanjungmu dalam senyumanmu Melalui keringga dalam cinta tatanan tuhan Pelupuk doa membuatku ku ingat tentang kau Ingat tentang ilalang yang bergoyang manja Ingat tentang luapan ombak yang bergelora Ingat sesuatu yang datangnya dari senja Ingat semua tentang pesona antara dikau dengan senyuman Kudapati harapan yang belum jadi Kudera dihadapan mata, hatiku lunglai Ku cegat dalam buaian tangan Kuduga dalam isyarat Kurapal dalam dengungan Kudekap dalam hangat Kuucap dalam ketidak pastian

Last Wekkend (Bag.1)

Aku, Hanyo, dan Pohon Sakura Add caption Sudah lewat tengah malam, dan aku masih terjaga. Jenis manusia macam apalah aku ini. Bahkan sudah beberapa butir obat tidur yang ku telan, tapi belum ada tanda-tanda bahwa aku akan segera tidur. Insomnia yang rasanya semakin parah saja. Sejak kapan ya? Sebelum ini rasanya baik-baik saja. Bahkan sebelum Isa datang, mataku rasanya terlalu berat untuk dibuka. Apa yang aku pikirkan? “Kita jelas-jelas tidak cocok,” kalimat yang masih tergurat rapi di ingatan. Aku tersenyum gila, sembari menatap kaca. Tidak cocok katanya? “Lah, kenapa? kita sama-sama suka Harry Potter, melihat senja di pantai, melakukan sesuatu yang asik di luar, menulis puisi, dan ada beberapa buku yang...” “Apa kamu tidak mengerti juga? kita tidak akan pernah cocok untuk lebih, menjadi sahabat adalah pilihan terbaik,” lanjutnya lagi, meninggalkan beberapa guratan wajah tanpa ekspresi lal meninggalkanku begitu saja bersama bias-bias magenta yang hampir menghilang