Foto by : MalangToday |
Ada anak bertanya pada bapaknya
Buat apa berlapar-lapar puasa
Ada anak bertanya pada bapaknya
Tadarus tarawih apalah gunanya
Lapar mengajarmu rendah hati selalu
Tadarus artinya memahami kitab suci
Tarawih mendekatkan diri pada Ilahi
Tadarus artinya memahami kitab suci
Tarawih mendekatkan diri pada Ilahi
Dahulu lagu itu selalu populer di
bulan Ramadhan dan diputar menjelang waktu berbuka. Yah,bisa di bilang ketika radio masih jaya-jayanya.
Meski menjadi grup musik religi di tahun 70-an, lagu ciptaan dari Bimbo tetap selalu menarik untuk diikuti dan dinikmati. Beruntunglah jika kamu merupakan generasi kelahiran tahun 2000 pertengahan. Lagu ini masih teramat dicintai dan diputar riang
gembira saban sore hari. Amat disayangkan, kini nyanyian yang berbentuk
syair bermakna dalam ini mulai terlupakan oleh guyonan ‘kehidupan’ yang
terkadang memang cukup dibutuhkan.
Aku secara pribadi sejujurnya masih
mengidolakan lagu berjudul ‘Anak Bertanya pada Ayahnya’ hingga sekarang. Aku masih ingat kapan kali
pertama mendengar lagu bernada gembira khas timur tengah itu. Waktu itu aku
masih seorang gadis kecil yang masih mengilap ingusnya dengan jilbabnya. Buatku, lagu
ini menjadi kegembiraan tersendiri (selain iklan sirup di Televisi) menjelang
puasa. Ibarat Adzan menjadi pertanda waktu sholat akan tiba, lagu ini adalah
‘adzan’ untuk memberitahu Ramadhan sudah berada diujung mata.
Itu dulu. Belasan tahun berlalu,
gadis kecil yang dulu masih suka menumpahkan air di dalam gelas kini telah
menjadi perempuan matang yang kadangkala masih bimbang mengambil keputusan. Tidak
ada yang bisa menyangkal mentah-mentah jika makna bulan Ramadhan terus
bergeser. Umur, lingkungan, pikiran hingga permasalahan yang saban hari selalu
mampir dengan senang hati pada kita tanpa diminta.
Ketika masih kecil, aku punya kebiasaan rutin menjelang bulan Ramadhan. Sebelum puasa, aku selalu bermain ke rumah tetangg untuk menumpang menonton televisi di sana. Tujuannya sederhana saja. Aku ingin tahu pasti jika puasa benar-benar jadi esok hari. Meski harus mendengar dengusan nafas orang-orang yang ku ‘recoki’ karena dipaksa mengganti chanel, aku tetap gigih, serius menatap layar televisi sembari mendengar menteri agama bertitah.
Bagaimana dengan tarawih? Jangan ditanya kawan. Aku selalu menjalankannya dengan
sukacita. Beberapa ritual wajib pun dilakukan sebelum pergi ke masjid. Mencuci mukena tanpa disuruh, memberi mukena dan baju dengan wewangian (aku melakukannya karena
takut saat berjamaah ada yang pingsan mendadak karena serangan bau apek) lalu memilih sendal terbaik untuk dikenakan (paling mentok juga sandal swallow)
Ayahku pun tak mau ketinggalan untuk memeriahkan bulan Ramadhan. Beliau selalu kreatif mengajak anak-anaknya untuk lebih semangat untuk lebih giat lagi menjalankan ibadah
yang dianjurkan selama Ramadhan. Coba tunjuk tangan siapa di antara kalian yang mempunyai seorang yang mengadakan kompetisi di bulan Ramadhan? Jika ada, mungkin ayahku menjadi salah satunya. Beliau membuat kompetisi kecil seperti
‘barang siapa yang mengkhatamkan Al-Quran selama bulan Ramadhan akan diberi hadiah.Bagi aku yang waktu itu masih berstatuskan anak kecil, kata 'hadiah' selalu menggiurkan.
Ayah juga tidak ragu memberi kami uang jajan sebelum tarawih
Padahal dahulu pada zaman itu, jajan adalah hal langka. Tunggu dulu! Sebelumnya ada yang ingin aku clear kan terlebih dahulu. Aku bergegas pergi tarawih bukan karena diiming-iming jajan ya! Jajan hanya bonus!
Ayah juga tidak ragu memberi kami uang jajan sebelum tarawih
Padahal dahulu pada zaman itu, jajan adalah hal langka. Tunggu dulu! Sebelumnya ada yang ingin aku clear kan terlebih dahulu. Aku bergegas pergi tarawih bukan karena diiming-iming jajan ya! Jajan hanya bonus!
Tapi lain dari pada hal itu ada
bonus kecil yang cukup menyenangkan ketika sholat tarawih yaitu bisa bertemu
dengan ‘cemceman’. Meski culun, aku pun sempat terkena virus rasa suka yang
sering terjadi pada bocah. Cinta monyet, begitu masyarakat kebanyakan memberi
julukan. Curi-curi pandang di shaf jamaah laki-laki (mohon jangan ditiru
prilaku ini). Bahkan sesekali sengaja pura-pura pergi wudhu jika beliau keluar
untuk ke kamar mandi. Sungguh sangat bocah sekali. Ramadhan memang syahdu bukan main.
Tunggu, aku belum selesai kawan. Puncak kebahagiaan bulan puasa
tentu saja adalah saat berbuka puasa. Apa yang membuat kebahagiaan itu hadir? Dulu aku
selalu bertanya-tanya. Ya mungkin saja karena makanannya. Atau mungkin karena
ada peluang akan dibolehkan meneguk teh celup yang disandingkan dengan benda
terlarang yaitu ‘es batu’. Anak-anak memang tidak pernah berpikir cukup rumit
saat itu. Jadi ketika berbuka, aku tidak terlalu memikirkan dari mana datangnya
kebahagiaan itu.
Belakangan sejak memberanikan
diri menjadi perempuan perantau yang sok-sok’an menjadi seorang pemimpi, aku
mulai tahu dari mana datang kebahagiaan itu. Meski lauknya adalah goreng ikan
dan cendol (tentu saja bukan fired chiken atau Pizza), tapi kami
selalu duduk bersama melingkari makanan lengkap bersama keluarga.
Setelat dan seletih apa pun ayahku, beliau selalu menyempatkan makan bersama. “Keluarga itu harusnya makan bersama”. Dulu aku sering menggerutu kalau dipaksa makan bersama karena lebih nyaman berbuka sendiri di kamar (dan Tuhan telah mengabulkannya, kini aku berbuka puasa sendirian di dalam kamar, kosan). Sekarang aku justru merindukan ajakan ayah untuk berbuka bersama (rasakan!)
Setelat dan seletih apa pun ayahku, beliau selalu menyempatkan makan bersama. “Keluarga itu harusnya makan bersama”. Dulu aku sering menggerutu kalau dipaksa makan bersama karena lebih nyaman berbuka sendiri di kamar (dan Tuhan telah mengabulkannya, kini aku berbuka puasa sendirian di dalam kamar, kosan). Sekarang aku justru merindukan ajakan ayah untuk berbuka bersama (rasakan!)
Belasan tahun
berlalu, semua kemewahan itu telah menjadi tumbal dari mimpiku yang ingin bebas
mengejar harapan. Bulan puasa di negeri orang? Apa yang ku harapkan? Tarawih
sekarang cukup sulit untuk dijamah. Setelah puasa pun aku masih berkutat dengan
beberapa hal dan urusan kantor.Tadarus? Aku tak lagi dapat mengejar 30 juz
dalam satu bulan ini.
Banyak alasan
yang kini jadi pemakluman seperti sudahlah,
setidaknya yang wajib masih ku kerjakan dan masih banyak lagi.
Kawan, aku
rindu beberapa hal yang tercurahkan di atas. Lantas bagaimana dengan kalian?
Comments
Post a Comment