Skip to main content

Jangan Benci, Nanti Berjodoh


Benci Berlebih, Salahkah?
Rabu 13 Februari 2018




Pernah dengar pesan yang bilang ‘jangan munculkan rasa benci yang berlebihan. Kelak apa yang kamu benci malah justru didekatkan.’

Sebelumnya aku sempat menyepelekan kalimat yang sering bergulir dari mulut orang-orang tua terdahulu. Setiap orang punya hati dan mereka berhak untuk tidak suka setengah mati atau sebaliknya. Suka sepenuh jiwa.

Belakangan banyak peristiwa yang membuat aku berpikir ulang untuk serius menentukan sikap dalam membenci sesuatu.  

Semuanya berawal dari mata kuliah wajib yang diajarkan setiap minggu di kelas kami yaitu fotografi di semester lima. Kira-kira dua tahun silam. Sebenarnya tidak ada yang masalah.

Kalian tahulah bagaimana perasaan anak kampung macam aku ini melihat kamera pertama kali. Bukan main gembiranya. Berikut dengan sikap norak yang menganggap kamera DSLR macam Canon dan Nikon adalah benda berharga. Padahal hakikatnya sifat benda-benda seperti itu biasa saja.
Pertama kali adalah saat berada di bangku perkuliahan, aku sudah mematek betul jika kemampuan yang dipunya adalah menulis. Tidak dengan statistika yang harus bergulat dengan angka-angka, begitu pula dengan visual yang bermain dengan objek gambarnya. Jadilah ada buah perasaan tidak ingin agar bisa betah selama belajar ini berlangsung.

Pribahasa tak kenal maka tak sayang sepertinya benar-benar ampun menjarah diriku yang langsung memberikan sugesti pada diri sendiri, aku tidak mahir bermain visual. Ya, meski mengoperasikan kamera tidak ada kesulitan apa-apa, aku selalu malas ketika berada di kelas.

Malas yang berujung benci.

Ketidaksukaan muncul karena aku selalu terbelakang dalam memahami pelajaran fotografi di kelas. Padahal dosen pengampu adalah salah satu fotografer terbaik negeri ini. Sayangnya aku tidak memamfaatkan keberuntungan yang jarang terjadi di dapatkan orang lain.

Di sinilah malapetakanya.

Jarang masuk kelas dan ikut organisasi selalu jadi alasannya. Abstain menghiasi absensi ku di tangan dosen fotografi ini. Begitu terus, sampai Ujian Tugas Semseter (UTS) pun tidak ku jambangi berikut dengan tugas Ujian Akhir Semester (UAS) yang asal jadi.

Bukan tidak mungkin jika akhirnya nilai ‘D’ yang ku dapat dari mata kuliah yang sudah ku jadikan daftar ini. Saking bencinya aku menunda untuk mengulang mata kuliah ini di semester selanjutnya dan justru fokus menjadi freelencer di luar sana (walau menjadi frelencer juga punya posisi positifnya juga).

Namun di penghujung semester tua, mau tidak mau aku tentu harus menuntaskan perkuliahan sebagai syarat kelulusan. Apa hendak dikata saudara, mata kuliah yang kerap kali dihindari pun harus bertemu jua. Kali ini mau tidak mau aku harus berusaha mengejar. UTS pun aku laksanakan meski banyak jawaban yang hampa alias tidak ada isinya. Benar-benar memalukan untuk mahasiswa semester 9 yang sudah bangkotan di kelasnya (Ya pasti, kan bercampur dengan adik kelas).

Cukup menguras jiwa, tidak sampai energi sih. Aku harus menentukan subjek foto story sebagai tugas UAS. Cukup jauh, yaitu Tanjung Periuk. Meski masih Jakarta, untuk ukuran mahasiswa yang menetap di Ciputat, Tanjung Periuk adalah momok macet di jalanan. Apa lagi aku sebelumnya belum pernah ke sana, jadilah semua tindakanku adalah perbuatan nekad.

Herannya, ketika orangtuaku bergumam khawatir mengingat Tanjung Periuk terkenal dengan ‘angkernya’, aku malah tidak merasakan apa-apa.

Semester selesai, nilai pun keluar. Ya meski sedikit berdarah-darah aku hanya sukses naik satu tingkat yaitu ‘C’. Cukuplah untuk lulus dan sidang.
Meski begitu, rasa tidak suka itu masih belum hilang. Aku bahkan sempat berazam untuk tidak mengambil sesuatu yang berkaitan dengan visual. Bidangku tetap menulis, tidak ada yang lain. Begitu terus sampai aku bertekad untuk menghindari pekerjaan berbau visual.
Alih-alih jauh, visual malah benar-benar didekatkan padaku.

Lamaran kerja yang tidak ku teliti betul dari mana. Allhamdulillah, puji Tuhan aku terpilih dari ratusan berkas dan belasan peserta wawancara.

Tahu tidak?

Meski syaratnya memang pandai menulis dan mengirimkan contoh tulisan, mahir mengambil gambar menjadi suatu kewajiban.

Aku dengan tiga kawan yang terpilih diposisikan menjadi Video Journalis (VJ) yang notabene memang harus berbaur dan akrab dengan kameramen.
Sebenarnya kasus ‘profesi’ ini hanya satu dari ribuan kasus yang pernah ku alami. Tapi pepatah yang tertulis paling atas  akan terus jadi pancang erat untukku.


Itulah kenapa aku memberi judul pada tulisan ini 'Jangan Benci, Nanti Berjodoh'.
Ya seperti aku yang lebih gemar memegang pena ketimbang kamera, kini mau tidak mau harus mulai mencintai visual.

Pembaca punya pengalaman yang sama?

Comments

Popular posts from this blog

Last Wekkend (Bag.1)

Aku, Hanyo, dan Pohon Sakura Add caption Sudah lewat tengah malam, dan aku masih terjaga. Jenis manusia macam apalah aku ini. Bahkan sudah beberapa butir obat tidur yang ku telan, tapi belum ada tanda-tanda bahwa aku akan segera tidur. Insomnia yang rasanya semakin parah saja. Sejak kapan ya? Sebelum ini rasanya baik-baik saja. Bahkan sebelum Isa datang, mataku rasanya terlalu berat untuk dibuka. Apa yang aku pikirkan? “Kita jelas-jelas tidak cocok,” kalimat yang masih tergurat rapi di ingatan. Aku tersenyum gila, sembari menatap kaca. Tidak cocok katanya? “Lah, kenapa? kita sama-sama suka Harry Potter, melihat senja di pantai, melakukan sesuatu yang asik di luar, menulis puisi, dan ada beberapa buku yang...” “Apa kamu tidak mengerti juga? kita tidak akan pernah cocok untuk lebih, menjadi sahabat adalah pilihan terbaik,” lanjutnya lagi, meninggalkan beberapa guratan wajah tanpa ekspresi lal meninggalkanku begitu saja bersama bias-bias magenta yang hampir menghilang

Tips Khatam Al-Quran Saat Ramadhan Bagi Perempuan

Foto: Google Bulan suci Ramadhan menjadi momen terbaik bagi kaum muslimin di seluruh penjuru dunia untuk meningkatkan intensitas dan kualitas ibadah. Setiap orang berlomba-lomba berbuat kebaikan demi mengejar ridho dan pahala yang dilipatgandakan oleh Allah SWT. Pelbagai jenis ibadah dilakukan, salah satunya membaca Al-Quran. Membaca Al-Quran   menjadi salah satu ibadah favorit yang kerap dilakukan saat bulan Ramadhan. Selain sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Allah, saat membaca satu huruf dalam Al-Quran maka akan dinilai dengan satu kebaikan pula dan dikalikan sepuluh. Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu bersabda: “Barang siapa yang membaca satu huruf di dalam kitab Allah (Al-Quran) maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dilipatgandakan dengan sepuluh (pahala). Aku tidak mengataman Alif Laam Mim adalah satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Mim satu huruf. (HR. Tirmidzi) Karena itulah, banyak yang berkeinginan untuk meng

Sampah

Foto : Aisyah Nursyamsi Sampah Apa yang pertama kali terbayang olehmu jika kata ‘sampah’ keluar begitu saja dari mulut orang-orang? Ejekan? Celaan? Atau memang kata itu keluar karena ingin menunjukkan keberadaan sampah itu sendiri? Aku sendiri tidak punya masalah pribadi dengan ‘si sampah’ ini. Kita belum pernah terlibat dalam permasalahan dan aku belum pernah punya dendam padanya. Cuma ketika pergantian tugas di bulan April ini, semua pandangan itu berubah. Sampah kini telah tanda kontrak untuk berurusan denganku. Aih, tidak. Sebenarnya bukan se’diplomatis itu. Peralihan tugas dari penjaga media sosial kantor menuju lapangan telah mempertemukanku dengan ‘buangan’ manusia ini. “Aisyah, bulan ini kita akan bikin video tentang sampah di Indonesia. Tidak perlu dibuat bercerita. Akan dibantu produser untuk bikinkan storylinenya. Sekarang kamu riset, dimana sampah paling parah berada dan ambil beberapa visual soal sampah.” Sekadar informasi usang yang mungkin s