Add caption |
Sebelumnya, kami menciptakan permainan sederhana. Aku, sebagai
pencetus untuk memberantas kebosanan ini, bergegas mengambil sebuah buku tulis.
Lalu menyodorkannya kepada Niswah. Aku memberi aturan main, dan Niswah
sepertinya orang yang begitu tanggap. Maka beginilah syair yang telah kami buat
bersama. (Beberapanya ada dari Khairul Anwar).
Niswah : Biarkan aku pergi ke Bumantra
Untuk mengangkasakan do’a
Tentang Kita.
Aku : Banyak hal yang terjadi
Hanya sepanjang tentang kita
Tapi mengajar di bawah pulaman, dan Kau
peragu.
Karena hati yang tak lagi satu.
Niswah : Ternyata saat aku dan Kamu
menjadi Kita
Satu do’a terbesarku akhirnya dijawabNya
Terkuaknya rahasia yang akan menjadi bahagia
Aku : Lalu
bagaimana November yang menjawab?
Ada yang bilang bulan ini, bulan Hujan
Baru ku sadari beberapa petang ke belakang
November yang sudah
meregang, Lalu Desember yang datang menjelang
Apa seperti itukah
datangnya Cinta?
Niswah : Bukan,
tapi memang rindulah yang cepat menyerang
Hampir saja aku sakau sendirian
Nyawa yang hampir direnggang
Dengan cinta sebagai tawaran
Aku :
Senekad itukah kau yang sedang terkena ini itu?
Maksudku rindu
Kenapa tiba-tiba suasana berubah menjadi
begitu syahdu
Si pencuri hati yang datang, memberikan
penawaran, lalu mencuri kembali,
Apa yang telah ditawar.
Niswah : Ugh, haruskah ku jawab dengan ‘ya’?
Tapi tanpa perlu berkata, kau tahu apa yang
kurasa
Tentang rindu, yaa jahatnya dia
Kembali datang, saat hampir saja bertemu,
petang
Aku : Omong-omong
soal petang . . .
Ingin ku ajak si Tuan yang tak punya budi
itu
Bukan ingin mengajak bermain kembali
Atau bernostalgia tentang rindu-rindu yang
pernah
Digores, beberapa
Hanya mengenalkan lautan, ketika petang
Niswah :
Jangan ceroboh, Nona !
Hatimu belum jua sembuh, kan?
Jangan coba-coba mengenalkannya dengan petang
di lautan.
Mentari pagi di ujung jendela saja, saat
bersamannya
Tak pernah terlupa. Apalagi kau agak melihat
senja
Akan semakin parah saja beban rasa yang ada
Aku : Tidak, bukan
masalah sudah lupa atau terluka
Hanya ingin berbagi secangkir kopi di
selisir pantai
Hanya ingin menunjukkan beberapa
Rangkaian ketika senja
Yang tak pernah habis-habisan bicara lautan
dan petang
Bak orang yang sedang jatuh cinta
Niswah : Lalu
ingin kau katakan bahwa cinta itu kembali menujumu
Lagi?
Bukankah sudahku katakan lukamu belum
sempurna pulih,
Bahkan terlalu basaj jika meski ditutupi
perban. Harusnya kau anginkan
Bukankah menggurat pasir ditemani secangkir
kopi
Dengan sendiri itu lebih baik? Sembari
mencari serpihan hati
Aku : Entah,
bicara tentang teman. Sepertinya aku punya banyak.
Angin? Dia hanya selusurku untuk masa lalu
Tak baik megajaknya terlalu lama seorang
perantara bukan?
Laut? Dia banyak memenuhiku dengan ‘biru’
Sayang tak bisa pula ia
berbalik untuk menampung hati yang
terlalu berat
Senja? Dia hanya pewarna
tapi cukup sempurna jika dipadu dengan lautan
Manusia? Hmm.. Sudah
kupikirkan beberapa hal. Sepertinya cukup berguna.
Niswah :
Sebanyak apa temanmu saat kau terpuruk hah?
Masih tersisakah manusia yang kau sebut
teman? Bukankah lebih banyak
angin, lautan, senja dan sunyi yang
menemanimu saat-saat itu ?
Ayo jawab, Serbaguna apa manusia yang kau
panggil ‘Teman’?
Aku : Apa Kau tak
percaya dengan manusia?
Niswah :
Ha-ha-ha kenapa Kau tanya?
Aku? Aku pun manusia. Bagaimana menurutmu
tentangnya?
Aku : Ada saatnya,
Satu pemikiran keluar
Kenapa harus berdua, bertiga, berempat atau
bersama-sama
Jika sendiri bisa menyelesaikan banyak hal
Terkatung-katung mencari kawan
Bergurau Sendiri bersama
awan
Lalu melupakan hal buruk
yang terjadi
Tapi hanya sebentar –
Lalu terlupa
Ku rasa belakangan, ada
beberapa hal yang ku cari
Ada yang kurang
Niswah :
Terkadang aku pun merasa
Biskah aku berjalan saja, tana siapa pun
yang menemani pun
yang menunggui di sana?
Selalu aku selalu kurang tanpa teman
Mereka sering jadi lawan, tapi beberapa tetap
terbaik menjadi penawar sendi
Aku pun manusia, selalu butuh dan selalu ingin
teman mau pun lawan
Sudahlah, jangan kau
anggap aku terbelakang hanya karena temanku semakin
Berkurang. Bahkan aku
bersyukur bahwa aku tak sendirian jika dikubur.
Ada teman yang selalu
berdo’a dan menggemakan namaku dalam pekur
Meskipun aku harus jujur, cara ini membuatku hampir
mundur.
Karena temanku hanya
beberapa, bahkan mungkin tak lebih dari hitungan
jari sebelah tanganmu,
jika diukur
Ah yang penting ada
bunga bewarna yang pernah ditabur
Aku : Entah.
. .
Sejujur aku pun bingung dengan semua percarian
ini
Aku butuh teman, ku kira itu setara dengan
cinta
Maka ku ajak cinta untuk
berteman, tapi sebagian besar lalu menorehkan
beberapa bekas.
Aku pun bingung apa yang
mereka goreskan
Lukakah itu? hanya
sekedar lewat. Ibarat terminal.
Bicara soal hidup,
ternyata Tuhan memang unik.
Terlalu banyak perasaan
yang Dia taburkan. Dia ciptakan
Niswah :
Cinta yang berteman atau berteman dengan cinta?
Aku pilih keduanya ! Silahkan saja jika
ingin
Meninggalkan surat bekas keberadaan,
dihatiku, sana
Biarkan saja, anggap saya hatiku adalah
batu-batu
Pualam tempat pahat halaman tertanam
Aku : Maka
aku lebih sering tertawa, sepertinya lega saja.
Niswah : Silahkan,
tertawalah sepuasnya Nona.
Selagi itu tak merugikanmu, aku siap
Menanggung seluruh bahagiamu.
Aku : Menantangku?
Berarti harus mengikuti beberapa aturan permainan?
Andai ini komik, tentu sudah ku gambar
sedemikian rupa wajah si tokoh
Pertanyaannya adalah, Bagaimana bahagiamu
ketika menanggung
seluruh bahagiaku
Terkesan memonopoli
Niswah : Tenang
saja, hatiku sudah terlampau luas
Bahagiamu hanya mengisi sekian petaknya
Tetap saja aku bahagia meski bahagiamu juga sudah ku tampung,
Karena bahagiamu, hatiku semakin lapang.
Senyum yang terukir semakin panjang
Khairul : Bagiku
bahagia akan terus berjalan
Ada atau pun tiada dirimu
Namun akan lebih lengkap jika kau
menyempurnakannya
Niswah : Tapi
maafkanlah bila aku belum mampu
Bukan tak ingin, tapi aku masih ragu
Sebab rasa ini tak menentu, masih saja
menggerutu
Tak ingin diam sampai rindu ku bersatu bersama
Aku : Bicara
tentang bahagia
Bahagia itu sederhana
Duduk diselisir pantai, lalu menunggu petang
Lalu jangan lupa tentang nikmatnya, secangkir
kopi
Menyesapi butir-butir hujan November
Tapi kembali ingat, jika Desember mulai
menggerayang
Khairul : Bagiku
bahagia itu
Saatku bisa melihat dunia baru
Dunia yang tak banyak orang tahu
Berada di puncak gunung
Maka kepura-puraan kami sebagai seorang pujangga berakhir sudah, seiring dengan habisnya waktu pengajaran mata kuliah ilmu dakwah waktu itu. Semoga selanjutnya adalah penyelesaian buku bersama. Amin.
Aamiiin, gk ngajak" nih parah :(
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
Deleteican gak keliatan si
Deletelain kali ai ajak deh
Lucky Club Casino Site Review 2021
ReplyDeleteLucky Club is one of the most experienced gambling sites for UK players. We have tested the site extensively and gave it a very good reputation luckyclub rating. The Number of Games: 2000+Number of Slots: 2000+Number of Games: 500+Bonus: 100% up to £100