Rabu,
2 November 2016
Ciputat,
00.00 WIB
Dari
Uni mu yang selalu rewel mengajakmu ke tepian Pantai
Sekitar pukul dua belas
malam tanggal satu November lalu tak banyak hal berkesan yang terjadi. Aku hanya
melakukan rutinitas di seputar kampus. Garing dan agak membosankan yang mungkin
dikarenakan kurangnya piknik. Tapi ada hal yang menarik dalam kurun dua belas
jam ke depan. Adalah seorang adik dengan tinggi semampai, berlesung pipi ganjil
dengan mata sebesar biji delima yang menjadi daya tarik aku. Hayati Nursyamsi,
kembaran kami akan berulangtahun yang ke-18. Sampai pusing pula aku memikirkannya hadiah
apa yang nanti akan aku berikan.
Bukan jarak yang bisa
dibilang dekat antara Ciputat, Tanggerang Selatan dengan Pekanbaru, Riau. Ada lima
provinsi yang membentang memisahkan kami. Kalau bukan karena teknologi, mungkin
tak ada yang tahu sudah berapa kerutan di kelopak mata Hayati, adikku karena
begadang atau bagaimana situasi dari mahasiswa baru yang menghadapi masa
perkuliahan. Satu hal yang perlu ia ketahui adalah aku bangga menjadi seorang
kakak dari Hayati Nursyamsi.
Tak terbatas berapa
buku yang akan diterbitkan untuk mengungkapkan bagaimana kami berdua menghadapi
masa-masa sulit hingga sekarang. Jelas, semua hal positif yang terjadi adalah
karena tangan Allah yang terulur dari orangtua kami, buya dan umi. Pastinya,
antara aku dan adikku Hayat, kami tak ubahnya seperti seorang sahabat yang
berkawan karib tanpa batasan dimensi lokasi dan waktu. Adakalanya ia yang
menjadi guru dari gundahnya aku dengan menjadi pendengar dan cerminan yang
baik. Sesekali sifat manja nan alami pun tak jarang pula ia nampakkan pada aku.
Tidak masalah, karena aku si sulung memang selalu sabar menghadapi kenyataan harus mempunyai para adik yang terlalu hyperaktif (hehe).
Sekarang sudah pukul
23.52 WIB. Jangan lupa dengan tanggal dua novembernya. Aku memang tak selalu jadi
yang paling beruntung untuk menjadi orang pertama yang mengucapkan kalimat
seremonial. Entah kenapa aku selalu keduluan saking populernya adikku ini. Bahkan tiap tahunnya aku yakin tak
akan ada yang bisa lupa dengan tanggal kelahiran Hayat. Adalah suatu
kebahagiaan sendiri bagi setiap kakak-kakak yang ada di dunia melihat sang adik
dikelilingi oleh orang-orang yang tulus menyayanginya. Berarti salah satu
peranku untuk menjaga Hayat dari rasa sepi telah tertuntaskan.
Hey
adikku
yang tak lagi kecil ini. Sepertinya waktu sudah terlalu mengambil peran. Lihatlah
sekarang kita sudah hampir sama dewasanya. Aku sudah tidak bisa lagi mengambil
sebagian peran untuk melindungimu. Karena kami, Buya dan Umi pun sudah memiliki
keyakinan jika kepercayaan telah layak disematkan pada Hayat. Ingat masa-masa
dulu. Seringkali pertengkaran yang sekarang akan sangat lucu ketika diingat. Kita
yang tak pernah mau mengalah dan sama-sama ingin benda yang sama (Aku mulai
mempertanyakan siapa yang waktu itu si Sulung. Hehe). Atau pertengkaran yang
hanya berawal dari jajanan yang selalu ku minta dan enggan untuk kau bagi. Benar-benar
sepele sekali.
Hey
adikku
yang sekarang sudah mengerti apa gunanya gincu. Entah bagaimanalah aku
mengungkapkan kata-kata bahagia dari berkurangnya umur yang Allah berikkan.
Banyak hal yang terjadi, dan aku yakin semua punya ibrahnya masing-masing. Entah
bagaimana nanti masa depan membuai kita, jangan pernah lupakan perjuangan dari
orangtua. Ingatlah ketika buya yang selalu bermain kucing-kucingan dengan
petugas. Dan adalah umi yang selalu bersabar dengan semacam keluhan kita. Atau aku
yang selalu menunggumu pulang ketika di luar sana sudah tak lagi aman. Ingatah dimana
akar.
Hey
adik
yang kini sudah begitu semampai. 18 tahun adalah angka lucu yang terkadang tak
begitu kau sadari betapa saktinya Ia. Maka ingatlah jika bukanlah hal yang
sepele ketika buya mulai serius memberikan wejangan lebih panjang dari
sebelumnya. Ia hanya rindu dan selalu bertambah sedih tiap harinya, entah lusa,
setahun atau sewindu lagi, kita tak akan kembali dalam bentukkan keluarga yang
sama. Akan ada keluarga-keluarga baru yang hadir. Atau bisa saja kita sudah
begitu jauh untuk membersamai mereka karena mengejar mimpi hingga ke negara
mana.
Hey
adikku
yang hari ini tengah berulangtahun. Maaf bukan menjadi orang pertama yang
mengucapkan “Selamat ulangtahun dan panjang umur selalu,” seperti lainnya. Karena
aku memang tidak akan pernah menyampaikan kalimat yang serupa. Bukan, bukan
apa-apa. Aku hanya ingin menjadi orang yang bukan menemanimu dari sekedar
kalimat mesra. Aku akan jadi orang yang pasang badan ketika ada yang mencari
gara-gara dengan kau. Aku adalah orang yang akan menjadi sandaran, berjalan
sejajar, menimbang dan timbangan, dan menjadi tisu buangan sebagai peredam air
matamu. Hanya itu yang aku bisa lakukan adikku, maaf jika aku tak begitu mahir
dengan seremonial manis nan lucu.
Maka ingatlah ketika
kita memburu senja di pesisir pantai waktu itu sepulang sekolah. Kedewasaan bukan
dilihat dari umur dan ukuran baju (loh?). Tapi dilihat dari bagaimana ia pandai
memilih, bermamfaat dan menikmati hidup yang sebenarnya. Lihatlah aku sebagai uni ketika rusuh mulai melanda. Atau sahabat
untuk berbagi, dan guru ketika aku yang sering berlaku cela. Jangan tiru segala
cacat noda hitam. Ingatkan saja dan aku pun begitu. Ingat adik kecil, (Maaf aku
begitu ingin memanggilmu adik kecil J tapi tenang,
ini yang terakhir) hargai setiap mimpi walau terkesan mustahil. Hargai setiap
proses, dan tetaplah jadi yang terbaik bagi kami. Tetap pertahankan hidup J
Comments
Post a Comment