Laporan Kunjungan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tanggerang-Bekasi) Aisyah Nursyamsi
Laporan Kunjungan Lembaga Pers
Mahasiswa (LPM)
Jabodetabek
(Jakarta-Bogor-Depok-Tanggerang-Bekasi)
Aisyah
Nursyamsi
1.
Aspirasi
Divisi
Litbang memberikan kami semacam tugas jalan-jalan sebelum mengambil libur cuti
Ramadhan beberapa hari yang lalu. Menyenangkan karena selama berproses di
Institut, tak banyak kegiatan yang dilakukan di luar kecuali kunjungan ke
Kompas yang baru saja Institut lakukan. Sayanagnya, karena kuliah saya tak
berkesempatan untuk menghadiri kunjungan yang terdengar menyenangkan, dari
beberapa kabar teman-teman angkatan.
Sebenarnya
ada dua jenis kunjungan yang akan dilakukan. Pertama adalah kunjungan LPM di
sekitar Jabodetabek dan selanjutnya adalah kunjungan yang akan kita lakukan
nanti setelah menyelesaikan liburan dan fokus di daerah Jawa seperti Jogjakarta
dan sebagainya. Jujur, saya tidak sabar untuk menunggu. Melakukan kunjungan dengan
orang-orang yang memilih untuk berkecimpung dalam dunia pers, berproses untuk
mendapatkan pengakuan sebagai anggota organisasi dengan pendidikan yang nyaris
sama dan banyak lagi alasan yang memberikan kesan menarik pada saya untuk
bersegera menjalankan tugas ini.
Hanya
saja, ternyata melakukan kunjungan tak semudah yang dibayangkan. Ada beberapa
kendala yang kami temui sebelum menemui saudara-saudara yang tak senasib, namun
pernah memperjuangkan ‘sesuatu’ yang sama. Jika tak ingin dikatakan kendala,
mungkin ada beberapa kekurangan yang menyebabkan angkatan kami sedikit melakukan
perenungan untuk melakukan perjalanan. Pertama adalah bagaimana caranya kami ke
sana?
Jujur,
kami tidak memusingkan arah dan jalan menuju ke sana, selain teknologi yang
telah berkembang cukup pesat, dua di antara angkatan saya telah cukup mengenal
jalan menuju lokasi dengan baik. Sebenarnya ada tiga orang yang memiliki kendaraan
tapi tentu tidak bisa mengangkut kita semua sekaligus. Perjalananan yang tak
hanya ditempuh selama sepuluh dan lima belas menit saja tentu akan merepotkan
jika memutuskan untuk bonceng tiga pada satu motor. Hal ini akan membahayakan
keselamatan.
Belum
lagi para polisi yang berjaga di beberapa titik. Membawa motor tanpa Surat
Tanda No Kendaraan (STNK) dan tidak menggunakan helm saja sudah membuat sport jantung, bagaimana pula kami mau
mengambil resiko yang lebih dari itu. Maka kami memutuskan untuk meminjam motor
siapa saja yang bersedia.
Tidak
mengalami begitu banyak kendala serius ketika melakukan peminjaman, kami
mendapatkan motor senior kami Syahrizal beserta surat tilang. Kunjungan
pertama, kami memilih lokasi terdekat di Pondok Labu yaitu LPM Aspirasi. LPM
Aspirasi berdiri dan lahir di UPN Veteran. Kami sedikit kebingungan mencari
gerbang masuk, dan ke depan, di setiap kunjungan kami berikutnya di universita
lain, kesulitan menemukan gerbang masuk akan terus ditemui. Entahlah kenapa,
hal ini masih menjadi sebuah misteri bagi kami sampai sekarang. Sepanjang
pertemuan, kami sering bercanda dan mengobrol ngalor ngidul ke sana kemari.
Kami bercengkrama seakan teman yang telah lama tidak bertemu. Beberapa kali,
muncul guyonan yang mengingatkan kepada kami yang tidak pernah terlihat oleh
anggota LPM Aspirasi.
Intensitas
pertemuan yang jarang, beberapa kesibukkan terbitan sampai pendidikan bakal
calon anggota menjadi alasan bagi kami ketika ditanya kenapa baru datang ke
sini. Memang agak sulit mengatur waktu, hal yang wajar pula ketika kak Ami,
salah seorang pengurus LPM Aspirasi angkatan 2013 mengatakan baru melihat
wajah-wajah kami. Namun dua orang mendapatkan pengecualian, yaitu Dicky dan
Zainnudin, teman seangkatan denganku. Ini sesuai dengan pengakuan Kak Ari
karena sering melihat Zainnudin dan Dicky ketika ia berkunjung ke sekret LPM
Institut.
Ada
yang berbeda dari sistem pendidikan angota di lembaga pers mahasiswa kampus
Institut dengan Aspirasi. Ketika Institut memakai istilah bakal calon anggota
(bacang), di tahap awal ini bacang diberikan training selama tiga bulan. Usai
pembelajaran, bacang diberi penugasan plotting dan praktek menulis berita.
Setelah pengukuhan, bacang akan berganti nama menjadi calon anggota (caang).
Pada masa menjadi caang ini, sudah diberlakukan peliputan di lapangan dan
publikasi berita di media online yang dimiliki oleh Institut. Selain itu, caan
juga akan memasuki tahap pengukuhan, tentunya setelah mendapatkan pelatihan
jurnalistik tingkat lanjut.
Tidak
berhenti sampai di situ saja, caang akan ditugaskan untuk mempraktekkan teknik
peliputan investigasi yang dipelajari sebelumnya dari pelatihan jurnalistik
tingkat lanjut tadi. Terakhir, barulah caang resmi menjadi anggota LPM dan hal
ini akan terus menjadi siklus selama setahun. Berbeda dengan Aspirasi, mereka
tidak menggunakan istilah yang sama untuk calon anggota. Magang, begitulah para
penerima didikan awal untuk menjadi bagian dari LPM Aspirasi. Jelas, beda
penamaan tidak mempengaruhi bagi bakal anggota untuk tidak menerima pendidikan
dasar.
Serupa
dengan Institut, Aspirasi juga menjalankan pendidikan awal yang berisikan
dasar-dasar jurnalistik. Perbedaannya dengan Institut adalah kurun waktu mereka
yang tak sampai tiga bulan. Setelah melewati pendidikan dasar, peserta magang
akan berganti julukan menjadi anggota muda. Di sini mereka mulai melakukan
peliputan namun belum sampai pada tahap cetak. Semua hasil peliputan oleh
anggota muda tadi akan melalui tahap editing oleh para editor. Tentu ada deadline, dan harus melewati tahap
periksa ulang oleh pimpinan redaksi (pimred). Nantinya, berita yang sudah
diproses dan melewati tahap editing langsung dipos ke media online.
Tak
jauh beda dengan Institut yang tidak hanya berkutat dengan online, Aspirasi pun punya media cetak seperti majalah dan tabloid.
Namun dari beberapa pertanyaan yang kami lemparkan, terbitan mereka tidak serutin
dan memiliki ketepatan waktu yang serupa dengan Institut. Memang dengan gaya
yang terkesan sedikit ‘militan’ Institut berusaha untuk menerbitkan produk
tabloid tepat pada waktunya. Tentu untuk mencapai semua itu, harus ada yang
mengganti jam tidur menjadi jam kerja atau mengadakan rapat dan pra rapat demi
mempersiapkan terbitan yang pas. Aspirasi juga demikian, hanya sumber daya
manusia lah yang sering menjadi kendala. Akibatnya, seringkali ada ulur-ulur
waktu dan terkadang ada tidak terbit bulan ini. Tapi menurut salah satu anggota
Aspirasi, saat ini mereka sedang giat-giatnya dalam masa pendidikan anggota
muda, namun tetap berfokus pada terbitan.
Anggota
muda juga sudah dikenakan penugasan layout,
kebetulan saja Kak Ami, Bendahara Aspirasi tengah membawa hasil layout yang telah dicetak. Ada beberapa
rubrik di antaranya laporan utama, kampus, fotografer dan sebagainya. Ia
mengatakan jika ini adalah salah satu penugasan yang memang selalu ada di tahap
anggota muda.
Pertemuan
di Aspirasi kami akhir setelah beberapa jam mengobrol di depan teras kampus,
lengkap dengan gorengan traktiran dan es buah kelapa. Sebenarnya kami berencana
meneruskan perjalanan ke Kontak, tapi karena malam sudah begitu larut dan tidak
begitu memungkinkan untuk langsung melanjutkan perjalanan, kami memutuskan
untuk pamit dan langsung pulang.
2. Kontak
Tak
kurang dari 24 jam, esoknya kami memutuskan untuk kembali melakukan perjalanan
selanjutnya. Tetap pada rencana awal, kami melanjutkan perjalanan di malam hari
karena memang ada agenda yang berbenturan jika tetap memaksakan diri untuk
pergi di siang hari. Beberapa di antaranya kuliah dan pekerjaan yang menunggu.
Kali ini LPM Kontak Politeknik Jakarta yang menjadi sasaran kami selanjutnya.
Formasi
diganti, yang sebelumnya saya harus menjadi ‘korban’ uji coba dari Zainuddin
yang baru begitu bisa membawa motor di jalan raya, dengan segala rasa syukur
akhirnya diganti dengan saya yang membawa motor sembari membocengi Kak Eli.
Beberapa alasan dari teman-teman cukup menolong saya dari Zainuddin yang
awalnya tetap bersikukuh ingin membocengi saya.
Tidak
ada yang tahu pasti rute ke LPM Kontak. Kami hanya berpatok kepada GPS dan
sisa-sisa ingatan dari Dicky dan Yayang yang sempat diboyong oleh Bang Tohirin
beberapa waktu yan lalu. Alhasil kami sempat berputar-putar tak jelas dan
kebingungan menentukan jalan tercepat menuju LPM Kontak. Bahkan Zainuddin
berikut Yayang sempat tersesat karena terpisah jauh beberapa kilometer dari
rombongan. Meski pada akhirnya kami berhasil menemukan markas LPM Kontak
setelah mengadakan janji di depan Politeknik Jakarta.
Kira-kira
sudah jam 10.20 rombongan Institut angkatan 2014 tiba di markas Kontak. Suasana
cukup ramai karena diisi oleh lima sampai enam orang anggota Kontak. Tak lupa
juga dengan Kak Ami, salah seorang anggota Aspirasi tengah berkunjung pula
malam itu. Kedatangan kami disambut hangat dengan kerupuk pedas dan teh hangat
yang mereka sungguhkan. Pembicaran diawali dengan situasi yang tidak begitu
formal, saling lempar guyonan dan ledekan. Akhirnya salah seorang rumah mulai
membuka percakapan serius, tent diawali dengan perkenalan terlebih dahulu.
Jannah membuka pembicaraan ke arah sustruktural Kontak. Menurut pandangan saya,
masih sama saja. Ada jabatan inti yang memang harus ada seperti ketua, pimred,
bendahara dan sekretaris. Tak lupa juga dengan divisi litbang, perbedaannya
adalah litban tidak mempunyai pola pendidikan khusus yang diatur sedemikian
rupa. Ketika ditanya perihal diskusi dan kunjungan mereka mengatakan jika
memang ada diskusi namun waktu tidak begitu sistematis, fleksibel saja.
Beberapa
di antara kami juga mulai penasaran ketika anggota Kontak sesekali menyinggung
soal kendala penerbitan yang berputar pada pendanaan. Mungkin timbul pertanyaan
iseng dari Kak Eli dari mana sumber dana untuk melaksanakan segala civitas yang
dilakukan oleh LPM Kontak. Jawabannya cukup mengejutkan, LPM Kontak tidak
mendapatkan dana sepersen pun dari pihak kampus. Semua dana yang mereka
butuhkan, dimulai dari biaya dana percetakkan sampai pendidikan yang mereka
laksanakan untuk calon anggota, semuanya ditanggung oleh anggota LPM Kontak.
Beberapa
di antaranya ada yang berdagang, bekerja dan melakukan segala usaha untuk
mencukupi kebutuhan tersebut. Ketika ditanya kenapa demikian, mereka mengatakan
jika hal ini karena LPM Kontak bukanlah organisasi eksternal. Berbeda benar
dengan Insitut yang memang intenal, bagian dari kampus. Dahulunya, LPM kontak
masih bagian internal kampus, namun karena pemberitaan Kontak yang cukup kritis
membuat pihak kampus mengambil langkah berani. Rumor mengatakan jika
permasalahan ini juga terkait dengan pengerebekkan sekret lama LPM Kontak.
Ada
yang unik dari LPM Kontak. Semua anggota Institut tentu paham dengan aturan
yang tidak memperbolehkan organisasi eksternal berintegrasi dengan Institut.
Namun di sini, Kontak memperbolehkan setiap anggota menjadi bagian dari
organisasi eksternal. Tidak aturan keras terkait hal ini. Dari pembicangan kami
yang memakan waktu sampai jam satu dini hari, kami mengetahui jika masih ada
beberapa permasalahan dalam unit kegiatan mahasiswa, dan bagi kami, Politeknik
menyimpan bahan berita yang sangat memadai.
Muncul
perasaan kagum kami kepada setiap anggota LPM Kontak, mereka selalu berada di
garda depan demi mempertahankan keberlangsungan organisasi yang bahkan tidak
begitu diperhitungkan oleh pihak kampus sepenuhnya. Kunjungan berakhir dengan
perasaan senang dan muncul niat baru untuk melakukan diskusi kembali dengan LPM
Kontak. Tentu bukan dalam rangka sekedar kunjungan, tapi silahturahmi
persahabatan.
3. Aksi Reaksi
Berbeda
dengan kunjungan sebelumnya, kali ini Dicky melalui beberapa pertimbangan
memutuskan untuk melakukan perjalanan di siang hari. Dua hari setelah kunjungan
ke Kontak, kami memutuskan untuk menuju Aksi Reaksi. Sekitar pukul satu siang,
kita sudah menyusuri Pondok Cabe, salah satu jalan tercepat menuju LPM Aksi
Reaksi. Dibandingkan dengan dua LPM sebelumnya, Aksi Reaksi mempunyai jarak
yang terdekat. Tak harus memakan waktu sampai setengah jam, kami sudah berada
di tempat.
Suasana
begitu sepi, tidak terlihat aktivitas yang begitu berarti dari civitas kampus.
Kami yang belum pernah mengunjungi LPM Aksi Reaksi cukup kebingungan menentukan
ke arah mana baiknya mencari posisi sekret. Hingga akhirnya Zainuddin mengambil
langkah pintar untuk bertanya kepada dua mahasiswi yang kelihatannya hendak ke
mushala yang terletak di dalam komplek kampus.
Setelah
mendapatkan petunjuk dari dua mahasiswi dan ‘keberanian’ Zainuddin yang
terkesan modus, kami bergegas menuju lantai dua. Terlihat jelas papan yang
bertuliskan Aksi Reaksi dan atribut wajar bagi sebuah sekret LPM. Di
sebelahnya, ada ruangan yang juga memiliki papan kayu berukuran sama. Papan
tersebut bertuliskan Dewan Eksekutif Mahasiswa.
Suasana
sekret LPM Aksi Reaksi begitu sepi, tak ada kegiatan dan batang tubuh manusia
pun terlihat dari luar. Kak eli dan Lia berinisiatif untuk langsung masuk
begitu saja seusai mengucapkan salam. Hal ini juga diikuti oleh semua anggota
LPM Institut 2014 dan berikut dengan saya yang mengikuti rombongan paling akhir.
Ternyata salah jika saya sempat menuliskan di pragraf awal jika tidak ada
sepotong tubuh pun di dalam sekret. Kami tengah bertemu dengan salah seorang
tokoh Aksi Reaksi, yaitu Pimpinan Umum.
Tak
banyak yang kami bicarakan soal sistem dan jabatan yang ada di LPM Aksi Reaksi.
Bisa dibilang jika kunjungan kali ini seperti pertemuan seorang pengembara yang
tengah lelah, lalu mengadakan pembicaraan dari hati ke hati. Darinya, kami
mengetahui jika Aksi Reaksi cukup mengalami permasalahan serius dari segi
anggotanya. Tak hanya keseriusan yang kurang terlihat, namun juga beberapa
anggota yang cukup hilang-hilangan sering ditemukan di angkatan muda ini.
Kami
sempat beberapa waktu menanyakan mengenai terbitan dan waktu naik cetak. Tapi
kembali lagi, Aksi Reaksi cukup keteteran dan tak ada terbitan dan naik cetak
untuk beberapa waktu belakangan. Ketika ditanya soal kesulitan bahan berita,
Pimpinan Umum dari Aksi Reaksi ini dengan tegas mengatakan jika bahan berita
selalu ada. Kesulitannya ya tadi. Kekurangan sumber daya manusia. Sekitar pukul
tiga, kami mengundurkan diri karena terkendala dengan jadwal kuliah. Ada satu
PR besar yang kami tinggalkan, yaitu utang untuk menginap di sekret LPM Aksi
Reaksi.
4. Viaduct
Persiapan
paling mentah adalah kunjungan di hari Sabtu pukul 8 malam sehari setelah
pertemuan kami dengan LPM Aksi Reaksi. Tidak ada LPM yang bisa mau menyanggupi
keberadaan mereka di sekret masing-masing. Entah itu karena situasi mendekati
bulan Ramadhan, atau ujian akhir semester yang telah usai. Berbekal tekad
nekad, kami tetap melakukan perjalanan yang rasa-rasanya cukup mengkhawatirkan.
Bagaimana tidak, tak hanya hujan dan badai yang mengiringi langkah kami, namun
juga ada rasa ragu masih adanya keberadaan orang-orang ke tempat yang ingin
kami tuju.
Awalnya
target pertama kami adalah melakukan kunjungan ke Moestopo, namun dari dua LPM
di sana, tidak ada satu pun pintu yang terbuka. Dua markas LPM yang saling
berdampingan itu terkunci dan tak ada satu orang pun yang berada di sana. Dicky
masih berusaha untuk menyakinkan kami agar terus melakukan perjalanan. Perjalanan
masih tetap dilanjutkan. Kali ini target ada di Universitas Khatolik, LPM
Valduct. Mungkin tidak di begitu asing dengan pemberitaa di beberapa media baik
itu nasional maupun kampus mengenai tewas nya Resimen Mahasiswa (Menwa)
beberapa pekan lalu. Ya benar, lokasi tewasnya mahasiswa yang tengah mengikuti
pendidikan Menwa ini memang berada di Universitas Khatolik Indonesia.
Ada
dua orang yang tengah menunggui sekret LPM Valduct malam itu. Kami mulai dengan
beberapa perkenalan yang tidak begitu formal. Namun ada satu hal yang cukup
meninggalkan kesan, hal itu terjadi ketika salah seorang anggota Valduct
bertanya mengenai fakultas apa yang tengah saya ambil saat ini. Ketika saya
menjawab Fakultas Komunikasi, beliau cukup heran karena baginya saya adalah tipikal
orang pendiam, dan biasanya orang-orang komunikasi tak pernah diam apalagi
tengah menemui hal-hal baru. Dengan ringan saya menjawab jika saya adalah versi
barru dari anak fakultas komunikasi.
Tak
banyak yang kami perbincangkan mengenai struktural dan terbitan. Kami hanya
membicarakan pengalaman masing-masing. Diskusi mulai seru ketika pembahasan
mulai menyentil kasus kematian calon anggota Menwa.
5. Didaktita
Perjalanan
paling larut dari empat LPM sebelumnya, hal ini dikarena kita baru memulai
perjalanan pukul sembilan malam. Beberapa kendala yang mengakibatkan
keterlambatan kami untuk memulai perjalanan. Salah satunya adalah Yayang yang
sempat lose contact. Butuh waktu lama juga menuju Didaktita,
Universitas Negeri Jakarta. Tidak terlihat aktivitas yang begitu berarti.
Sayang, sebenarnya kita bisa langsung melihat tabloid yang
Comments
Post a Comment